Dalam konteks ini radikalisasi manusia dalam budaya terhadap sesuatu yang dianggap berbeda atau lain dengan identitas kelompoknya sering kali menjadi sasaran kecurigaan yang sosok yang harus diwaspadai, bahkan tidak jarang semangat itu memuncak dalam bentuk konflik seperti dalam kasus penduduk lokal dengan mereka yang dipersepsikan sebagai pendatang. Secara umum dan alamiah, suku-suku bangsa khususnya di Indonesia memiliki batas-batas daerah kebudayaan yang tegas dengan berpatokan pada alam seperti dibatasi oleh sungai, gunung, hutan.
Manusia dalam budaya perbatasan merupakan masyarakat yang secara administaratif tinggal dan bersinggungan antara satu atau lebih daerah lain. Dalam kajian Antropologi, masyarakat perbatasan dapat diartikan sebagai masyarakat yang tinggal dan bersinggungan secara budaya di antara dua atau lebih daerah dengan kebudayaan yang berbeda sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antar budaya yang berbeda.


Perbedaannya adalah bahasa, adat, dan budaya Indonesia itu lebih beranekaragam jenisnya disbanding negara lain.Sebagai contoh perbandingan, misalnya dengan Malaysia. Walaupun sama-sama berasal dari rumpun Melayu, namun budaya kita tetap berbeda dengan budaya Malaysia. Hal ini dpt terlihat dari penggunaan bahasa. Di Malaysia bahasa nasional mereka adalah Melayu. Sedangkan Indonesia telah mempunyai bahasa negara sendiri yaitu Bahasa Indonesia, Kemudian dari segi budaya, jelas budaya Indonesia lebih beraneka ragamnya dan lebih kental nuansa etnik nya. Liat saja.. tarian adat negara kita begitu banyak macamnya. Sedangkan Malaysia? Boro-boro Tarian kita aja mau dicuri sama mereka, Lalu kenapa sih budaya kita begitu banyak macamnya?Y.. karena negara kita merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak daerah, suku dan etnis, dimana setiap daerah-daerah, suku, maupun etnis tertentu biasanya memiliki budaya khas masing-masing (Contohnya saja daerah Jakarta yang terkenal dengan budaya betawi-nya).
Ditambah pula Negara Indonesia merupakan satunya negara kepulauan di dunia yang dijajah dalam kurun waktu yg lama, dimana penjajahnya selau berganti-ganti.
Terhitung Negara Belanda, Portugis, Inggris, bahkan Jepang pernah menjajah negara kita. Mereka ini selain menjajah juga membawa budaya negara masing-masing ke Indonesia, maka konsekuensi logisnya budaya Indonesia lebih beraneka ragamnya dan lebih kaya nilainya karena telah mendapat proses asimilasi dengan budaya penjajahnya..
Makanya banyak orang asing yang bilang budaya Indonesia itu unik,Indonesia sangat terkenal dengan kemajemukannya, kemajemukan Indonesia itu sendiri dapat di lihat dari tulisan Bhineka Tunggal Ikha yang terdapat di lambang negara Indonesia.
Terkadang dapat dilihat bahwa selain adanya perasaan senasib sepenanggungan Nasionalisme di Indonesia juga timbul karena ada keberagaman atau kemajemukan. Itulah Indonesia yang sangat majemuk sekali masyarakatnya, mulai dari agama, adat istiadat, etnis dan masih banyak kemajemukan yang ada di Indonesia.
Uniknya masyarakat tersebut tetap memakai marga sebagaimana lazimnya suku bangsa Batak seperti Pasaribu dan Nainggolan namun tidak mengakui sebagai keturunan orang Batak, melainkan sebagai orang pesisir. Budaya masyarakat pesisir tersebut menurut H.Kraemer merupakan hasil integrasi dan asimilasi dari berbagi suku bangsa yakni suku bangsa Melayu Pesisir, Batak, Minangkabau, Nias, Bugis, Aceh, Jawa, Cina dll. Kecamatan Rao sebagai daerah perbatasan antara provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara dan Riau bersinggungan dengan budaya di masing perbatasan. Salah satunya adalah budaya Mandailing di wilayah provinsi Sumatera Utara. Antara orang Minangkabau dengan orang Mandailing yang ada diperbatasan memiliki identitas sosial yang tersendiri dan berbeda antara satu sama lain, yaitu : Orang Minangkabau yang dibesarkan dalam masyarakat egalitarian yang relatif demokratis, sangat menghargai kebebasan individual mereka. Sebaliknya orang Mandailing dibesarkan dalam suatu aristokrasi turun temurun dalam makna adat dan kepenghuluan ( kuria ) lebih berkuasa atas diri mereka. Kondisi tersebut menjadi preferensi pekerjaan dan struktur asosiasi religius mereka. Orang Minangkabau menyukai perdagangan, kerajinan, dan pekerjaan-pekerjaan profesional. Sementara orang Mandailing menyukai dinas sipil, militer atau polisi, pekerjaan-pekerjaan manual dan bertani. Dalam pola pemukiman orang Minangkabau cenderung berkonsentrasi di sekitar pusat-pusat pasar. Sementara pemukiman-pemukiman Mandailing cenderung berada di daerah pinggiran yang nyaman. Dalam bidang keagamaan orang Minangkabau cenderung memilih organisasi Islam reformis yaitu Muhammadiyah. Sedangkan orang Mandailing memilih Al-Wasyilah yang lebih Tradisional.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa suatu suku bangsa mampu mempertahankan budayanya dengan cara tidak mengacuhkan suku bangsa tetangganya dan faktor utama yang mampu mempertahankan budaya suatu suku bangsa adalah faktor isolasi geografis dan isolasi sosial. Tetapi ada juga dua pendapat yaitu ; batas budaya tetap bertahan walaupun suku-suku itu saling berbaur.
Namun sebagai akibat perkembangan peradaban batasan itu menjadi semu. Salah satunya adalah pembentukkan wilayah pemerintahan berdasarkan batas-batas politis tanpa melihat batas-batas budaya yang ada didalamnya. Sehingga batas-batas daerah kebudayaan lebih dibatasi oleh batas-batas administratif pemerintah. Sebagai contoh kebudayaan Minangkabau menurut tambo meliputi provinsi Sumatera Barat, sebagian Jambi, Muko-Muko, sepanjang aliran sungai Batanghari, Idragiri, Siak, Kampar, Rokan, sepanjang sisi pantai barat Sumatera Utara dan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta Negeri Sembilan Malaysia.
Bila yang pertama perbedaan bisa menjadi suatu konflik tetapi yang kedua bisa menjadi perpaduan yaitu asimilasi yang akan terjadi. Salah satu contoh yang mendukung asumsi ini dapat dilihat pada kelompok masyarakat di kota Sibolga dan kabupaten Tapanuli Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat yang p-ada umumnya bertempat tinggal di pesisir pantai barat Sumatera Utara berusaha membentuk suatu etnis baru dengan memodifikasi unsur-unsur budaya beberapa suku bangsa. Uniknya masyarakat tersebut tetap memakai marga sebagaimana lazimnya suku bangsa Batak seperti Pasaribu dan Nainggolan namun tidak mengakui sebagai keturunan orang Batak, melainkan sebagai orang pesisir. Budaya masyarakat pesisir tersebut menurut H.Kraemer merupakan hasil integrasi dan asimilasi dari berbagi suku bangsa yakni suku bangsa Melayu Pesisir, Batak, Minangkabau, Nias, Bugis, Aceh, Jawa,Cina dll.


Referensi :
Spoiler :